Monday, May 11, 2009

Aceh Hingga Bali Membentang Dalam Satu Pulau


Dikisahkan dalam Serat Mahaparwa karya Empu Satya (851 S / 879 C)* dari Mamenang (Kediri), ada sebuah pulau panjang yang belum berpenghuni dan belum punya nama**. Suatu ketika para dewa yang bersemayam di kahyangan Gunung Tengguru (Himalaya) datang ke pulau tersebut dipimpin oleh Sanghyang Manikmaya (Bethara Guru) dan menamakan pulau tersebut dengan JAWA berasal dari kata DAWA (jw = panjang) sesuai dengan keadaan dari pulau tersebut yang waktu itu membentang dari Aceh hingga Bali***. Sementara itu di tanah Hindustan ada seorang brahmana yang diperintahkan Ayahnya untuk mencari pulau yang panjang (Jawa) agar bertapa disana. Brahmana tersebut adalah Prabu Ajisaka putra Prabu Iwasaka putra Empu Ramadi putra Sanghyang Ramaparwa putra Sanghyang Hening putra Sanghyang Wenang putra Sanghyang Nurasa putra Sanghyang Nurcahya (Sayyid Anwar) putra Sanghyang Sita (Nabi Sis) putra Sanghyang Ngadamo (Nabi Adam AS). Setelah beberapa lama akhirnya Ajisaka menemukan Pulau Jawa lalu mengelilingi seluruh pulau dan disepanjang perjalanannya banyak menemukan tanaman Jawawut. Akhirnya Ajisaka menamakan kembali pulau ini dengan nama Pulau JAWA diambil dari nama JAWAWUT. Setelah mengelilingi Pulau Jawa dalam 103 hari Ajisaka melakukan pembukaan hutan di Gunung Hyang (Gn. Kendeng Prabalingga) sebagai manusia pertama di Jawa dengan sebutan Empu Sengkala. Bersamaan dengan itu dimulailah Tahun Jawa / Tahun Saka dengan sengkalan Jebug Sawuk yang berarti tahun kepala satu.
Beberapa waktu kemudian dikisahkan Raja RUM di Brusah (Turki) yang bernama Sultan Galbah melakukan ekspansi pada pulau-pulau yang masih sunyi, yang diantaranya mengirim 20.000 keluarga ke Pulau Jawa. Setelah beberapa lama tinggal di pulau jawa, rombongan tersebut terserang wabah penyakit sehingga tinggal 2000 keluarga, ketika terserang wabah berikutnya tinggal 200 keluarga dan ditahun ke-4 sejak kedatangannya di pulau jawa rombongan ini tinggal 20 keluarga dan memutuskan kembali ke tanah RUM untuk melaporkan keadaan kepada Sultan. Setelah mendengar laporan tentang keadaan rombongan yang dikirim ke pulau jawa, Sultan merasa sedih lalu mengutus Wali dari golongan Bani Israel yang bernama Usman Aji**** untuk memberi tumbal pada pulau jawa. Setelah sampai di pulau jawa Usman Aji mengelilingi pulau jawa dan bertemu dengan Empu Sengkala di Gunung Hyang. Kemudian Usman Aji memasang tumbal di titik tengah dan empat arah. Keesokan harinya terdengar petir dari segala arah dan tanah jawa bergetar bergemuruh menandakan kalahnya makhluk halus oleh tumbal tersebut. Setelah 21 hari Usman Aji kembali ke tanah Rum dengan disertai oleh Empu Sangkala dengan sengkalan Gora Sirna yang bermaksud tahun ke-7.
Setelah berguru kepada Usman Aji dan bergelar Pendeta Iskak, Empu Sangkala pergi ke Hindustan menghadap Sanghyang Jagatnata (kepala para Dewa) meminta ijin untuk membawa rombongan ke pulau jawa. Dan selanjutnya Empu Sengkala membawa 20.000 keluarga yang terdiri dari bangsa Keling, Alengka/Sailon dan Siam ke pulau Jawa. Setelah berhasil membentuk masyarakat di jawa, Empu Sengkala kembali ke Rum kemudian melakukan perjalanan ke tanah Awinda (lulmat/dunia gaib yang sunyi) dan abadi di alam tersebut dengan sengkalan Anembah Geni Maletik yaitu tahun ke 32 S.
Sepeninggal Empu Sengkala, masyarakat jawa terus melakukan pembukaan daerah-daerah baru tapi belum ada raja yang mengatur sehingga disebut dengan jaman kukila (burung). Ketika masa manggarsari 102 S, diceritakan para dewa di kahyangan Hindi turun ke Jawa dengan sebutan Resi yang dipimpin oleh Resi Mahadewa Buda titisan Sanghyang Jagadnata. Para Resi ini kemudian menjadi sanjungan orang Jawa dan mulailah sistem Kerajaan di Pulau Jawa dengan raja-raja sebagai berikut :

1. Resi Mahadewa Buda titisan Sanghyang Jagatnata berkedudukan di Medang Kamulan (140 S)
2. Raja bersama putra Sanghyang Jagatnata (170 S) yaitu :
Sanghyang Sambo bergelar Sri Maharaja Maldewa berkuasa di Medang Prawa/Sumatera
Sanghyang Brahma bergelar Sri Maharaja Sunda berkuasa di Medang Gili/Pasundan
Sanghyang Indra bergelar Sri Maharaja Sakra berkuasa di Medang Gana/Mahameru
Sanghyang Wisnu bergelar Sri Maharaja Suman berkuasa di Medang Pura/Tegal
Sanghyang Bayu bergelar Sri Maharaja Bima berkuasa di Medang Gora/Bali
3. Sri Maharaja Prajapati titisan Sanghyang Brahma (193 S)
4. Sri Maharaja Balya titisan Sanghyang Siwa berkedudukan di Medang Siwanda (199 S)
5. Sri Maharaja Budwaka titisan Sanghyang Brahma (200 S)
6. Sri Maharaja Berawa titisan Sanghyang Kala berkedudukan di Medang Kamulan II (226 S)
7. Sri Maharaja Buda Kresna titisan Sanghyang Wisnu berkedudukan di Perwacarita (245 S)
8. Sri Maharaja Dewa Esa titisan Sanghyang Rudra putra Sanghyang Tunggal (263 S)
9. Sri Maharaja Kanwa titisan Sanghyang Wisnu (301 S)

Pada masa Sri Maharaja Kanwa pada tahun 329 S terjadi peristiwa penculikan Dewi Srigati putri Sri Maharaja Kanwa oleh Prabu Karungkala dari Pidana/Sumatera, tapi berhasil diselamatkan oleh Raden Sengkan yang akhirnya dijadikan menantu. Karena peristiwa penculikan ini Sri Maharaja Kanwa marah dan menghancurkan negeri Pidana dan membinasakan Prabu Kurungkala. Sebagai saudara dari Prabu Kurungkala yang telah terbunuh maka Prabu Sangkala Raja Samaskuta/Sumatera tidak lagi mengakui kekuasaan Sri Maharaja Kanwa. Akhirnya Sri Maharaja Kanwa menyerang Negeri Samaskuta tahun 338 S dan menghancurkan Prabu Sangkala. Setelah menghancurkan Negeri Samaskuta, Sri Maharaja Kanwa menuju gunung Pulosari/Banten hendak membinasakan Resi Prakampa (orangtua Prabu Kurungkala dan Sangkala), karena menurut pemahaman Sri Maharaja Kanwa Resi Prakampa dibalik semua peristiwa ini, tapi sebenarnya Resi Prakampa tidak tahu menahu dan tidak berdosa.
Karena keinginan angkara murka dari Sri Maharaja Kanwa itu, maka Sanghyang Wisnu muksa dari Sri Maharaja Kanwa dan digantikan oleh Sanghayang Kala. Setelah menemukan Resi Prakampa, Sri Maharaja Kanwa membunuh Sang Resi yang tidak bersalah. Karena kesaktian Resi Prakampa yang telah dianiaya oleh Sri Maharaja Kanwa, maka Gunung Kapi/Krakatau meletus diiringi dengan bencana air bah, hujan lebat dan angin taufan. Gunung Kapi runtuh masuk ke bumi, air laut menggenangi daratan dari Gunung Gede/Bogor sampai ke Gunung Rajabasa/Lampung. Setelah surut Pulau Jawa terbelah menjadi dua, dibagian barat dinamakan Pulau Sumatera dan dibagian timur masih disebut dengan pulau Jawa. Sebagian Gunung Krakatau tenggelam dan menjadi Selat Sunda dan Negeri Samaskuta amblas ke bumi menjadi danau Singkarak di Padang.


* S = Saka / Tahun Jawa C = Crhistmas / Tahun Masehi
** Dalam The History of Java disebut dengan NUSA KENDANG (PULAU RAKSASA)
*** Pulau Jawa membentang dari Sumatera, Jawa, Madura dan Bali
**** Lebih terkenal dengan nama Syaikh SUBAKIR

1 comment: