Saturday, January 10, 2009

Mahakarya Jawa Yang Lahir Bukan Dari Rahim Jawa


I believe is no one possessed of more information respecting Java than myself . . ., tidak salah apa yang diucapkan oleh Thomas Stamford Raffles (1781-1826) sekitar 2 abad yang lalu, tentang masterpiece-nya yang satu ini “THE HISTORY OF JAVA”. Karena buku yang yang penulisannya diawali di Cisarua Bogor ini merupakan pelopor kajian tentang Jawa dan sumber gagasan Barat mengenai Jawa serta sebagai titik awal pengkajian Wilayah Timur sekaligus mempublikasikan tentang JAWA pada dunia barat waktu itu.
Raffles yang lahir diatas geladak Kapal Ann ketika berlabuh dilepas pantai Jamaika adalah anak seorang Koki dari Kapal tersebut. Raffless muda yang dikenal tekun dan rajin ini kemudian menjadi juru tulis di sebuah perusahaan Hindia Timur yang kemudian dipromosikan menjadi asisten sekretaris untuk wilayah Kepulauan Melayu. Raffles datang ke Jawa dengan expedisi militer dan mengusir Belanda bersamaan dengan Perancis menguasai Kerajaan Belanda dalam perang Napoleon, dan menjabat sebagai Gubernur Jenderal di jawa pada periode 1811-1816.
Selama di Jawa Raffles mengubah sistem tanam paksa (Culture Stelsel) tinggalan Belanda menjadi sistem Pajak Bumi (Landrente) yang disesuaikan dengan hukum adat Jawa serta mengatur sistem berkendara memakai jalur kiri yang dipakai hingga sekarang. Setelah perang Napoleon di Eropa berakhir, diberlakukan Konvensi London yang salah satu isinya Jawa dikembalikan ke Belanda. Dengan sangat terpaksa Raffles melepaskan Jawa dan kembali ke London bersamaan dengan penyakit tropisnya yang semakin parah dan harus berobat di sana. Tahun 1818 Raffles dikirim kembali ke timur dan dipromosikan menjadi Gubernur Bengkulu, dimana saat dia berkuasa banyak melakukan penelitian flora dan fauna yang menjadi cikal bakal Raffles Museum. Setahun berkuasa di Sumatera Raffles menggagas proyek spektakuler “Singapura” sebagai wujud dari kekecewaan atas lepasnya Jawa, dan bersumpah akan membentuk koloni baru yang meskipun kecil akan jauh lebih maju dari Pulau Jawa dan akhirnya terbukti, hingga sekarang menjadi salah satu macan Asia. Pada tahun 1823 karena gejolak Politik di Eropa sekali lagi dengan sangat terpaksa Raffles untuk kedua kalinya meninggalkan Kepulauan Hindia Timur yang kali ini adalah Sumatera setelah berhasil mewujudkan obsesinya di Singapura dengan mendirikan Raffles Museum yang mendokumentasikan seluruh flora dan fauna khas Jawa dan Sumatra. Sebagai wujud dari tertambatnya hati Raffles atas Jawa dan Sumatra, sekembalinya ke london dia mendirikan London Zoo dan Zoological Society of London di Inggris dan memberi nama sejumlah binatang dan tumbuhan memakai nama Sumatra dan dirinya sendiri (Rafflesi), diantaranya Harimau Sumatra dan Rafflesia Arnoldi. Sir Thomas Stamford Raffles meninggal dunia sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-45 karena menderita apoplexy.
Dalam buku setebal xxxvi + 904 hal ini, Raffles menuangkan setiap aspek kehidupan Jawa, diantaranya : etika, sastra, puisi, alat musik, drama, populasi, sejarah, agama, peninggalan kuno dan sistem militer di Jawa. Diawali dengan Pengantar yang berisi tentang kedatangan Portugis ke Jawa sampai pemerintahan Belanda pada masa Marshal Deandles (xvii-xxxiii). Dilanjutkan dengan pemaparan Pulau jawa dari sisi Geografis yang beisi tentang luas, bentuk, pembagian wilayah, pegunungan, sungai, danau, musim, logam, kondisi tanah, flora dan fauna yang ada di pulau Jawa. Diceritakan pula tentang sejarah peradaban Jawa dari awal adanya tradisi sampai munculnya ajaran Islam hingga kedatangan Angkatan Bersenjata Inggris di Jawa tahun 1811 M (hal. 430-590). Kata Jawa sendiri diambil dari nama Jawawut sejenis biji-bijian yang ditemukan oleh Aji Saka sewaktu dia mendarat di pulau Jawa, yang waktu itu dikenal dengan dengan nama Nusa Kendang, sebuah pulau yang menjadi hunian para raksasa. Peristiwa ini ditandai dengan Chandra Sengkala “nir abu tanpo jalan” yang berarti “hampa debu tidak ada yang lain hanya laki-laki” yang mengisyaratkan angka 0001, dengan ini maka dimulailah Tahun Jawa atau lebih dikenal dengan nama Tahun Aji Saka atau Tahun Saka.
Dalam Kebudayaan, masyarakat Jawa menggunakan huruf Jawa yang terdiri dari 20 aksara & 20 pasangan yang berkarakter mirip dengan huruf India, sebagaimana yang diajarkan dalam muatan lokal pada kurikulum Pendidikan Nasional kita hingga saat ini. Untuk Puisi (Tembang) dibedakan menjadi 3 tingkatan yaitu: sekar kawi, sekar sepoh dan sekar gangsal. Diantara tembang-tembang tersebut, Sekar Gangsal-lah yang masih populer hingga saat ini, yang diantaranya adalah : Asmarandhana, Dhandanggulo, Sinom, Pangkur, Durmo, Kinanthi & Mijil (hal. 228-292). Sedangkan untuk sekar kawi mengisahkan tentang berbagai cerita masyarakat, diantaranya adalah Legenda tentang Bharatayudha dan Ramayana (hal. 299-337). Dalam Astronomi Jawa dikenal istilah-istilah Tahun Aji Saka, Pasaran (Pahing, Pon, Wage, Kliwon & Legi), Wuku , Mangsa dan Windu. Masyarakat Jawa waktu itu sudah mengenal Poligami dan hal ini diperbolehkan secara hukum ataupun agama, meskipun tidak banyak yang mempraktekkannya. Hukum yang membolehkan Poligami hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja, sedangkan rakyat kebanyakan hanya memiliki satu isteri. Semua petinggi mulai dari mangkubumi ke bawah beristeri 2 dan berselir sampai 4 sedangkan raja beristri 4 dan berselir 8-10. Karena hal inilah maka pejabat waktu itu mempunyai banyak anak, yang diantaranya adalah Bupati Tuban yang mempunyai 68 anak (hal. 45).
Dalam bab IX Raffles memaparkan tentang peninggalan – peninggalan kuno di tanah Jawa diantaranya : Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Brahu, Candi Singasari, Prasasti, Mata Uang, reruntuhan dari kerajaan Medang Kamulan, Majapahit dan Pajajaran. Diakhir bukunya Raffles menyertakan lampiran-lampiran yang memaparkan tentang : Batavia, Pulau Sulawesi, Pulau Bali, Terjemahan serat Surya Alam, Terjemahan Serat Manik Maya, Terjemahan berbagai prasasti Jawa, Perdagangan dengan Jepang, Perbandingan Kosakata antara bahasa Melayu, Jawa, Madura, Bali dan Lampung serta ditutup dengan Memorandum mengenai satuan yang berlaku pada waktu itu (hal. 627-902). Tidak lupa Rafless juga menyertakan data Populasi Penduduk Jawa dan Madura berdasar sensus Pemerintah inggris di Tahun 1815 (hal. 39)
Mungkin semua inilah yang menyebabkan mengapa Sir Thomas Stamford Raffles menangis saat meninggalkan pulau Jawa dan Pulau Sumatra, lalu bagaimana dengan kita yang notabennya dilahirkan dari Rahim Pulau Jawa Sendiri . . . ?

No comments:

Post a Comment